Usulan Jaksa Agung HM Prasetyo agar data intelijen menjadi alat bukti penindakan teroris mendapat respon positif dari DPR. Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid mengaku siap memasukan poin tersebut ke dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme.
Meutya mempersilahkan jika ingin mengatur data intelijen sebagai informasi awal dan alat bukti dalam menindak teroris. “Asal tidak dijadikan dasar utama. Tetap perlu pendalaman sampai betul-betul data tersebut diyakini kebenarannya. Jadi, hanya dijadikan dasar penguat,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (17/2).
Dia menambahkan, perlu kehati-hatian ekstra dalam merevisi UU Terorisme. Jangan sampai, kata dia, ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). “Contohnya jangan sampai terorisme diindentifikasikan dengan Islam. Perlu diingat, Indonesia negara dengan populasi muslim terbesar. Ini sangat sensitif sekali” tandasnya.
Terpisah, Anggota Komisi I DPR Prananda Surya Paloh mendukung bila data intelijen Indonesia bahkan dunia, dapat dijadikan alat bukti untuk kasus terorisme. Menurutnya, penanggulangan teroris harus menggunakan alat bukti dari berbagai fakta yang terungkap. Mulai dari pendalaman kasus, penyelidikan, hingga pengamatan intelijen.
Sekalipun demikian, Prananda mengingatkan bahwa data intelijen yang dijadikan alat bukti penindakan teroris itu tidak melupakan unsur validitas dan kredibilitas. “Tentu saja harus memperhatikan unsur tersebut, agar bisa dijadikan alat bukti yang bisa dipertangungjawabkan. Sehingga, bermanfaat bagi usaha pemberantasan terorisme,” pungkasnya.
Sumber : Jawapos