Oleh: Prananda Surya Paloh
Ada dua jalan dalam pembinaan olahraga. Pertama sistem sosialis yang Top Down, dikendalikan dan di biayai penuh oleh negara. Atlet adalah mirip spt Pegawai negeri bidang olahraga. Motivasi nya mengandalkan kekuatan ideologi dan semangat Patriotisme serta pengabdian pada negara.
Ada juga peran perusahaan, namun perusahaan negara, seperti Dinamo Kiev milik BUMN energi Sovyet dulu.
Kedua sistem kapitalis yang Bottom Up. Yang dijaga oleh negara adalah suasana kompetisi nya agar ngga boleh ada kecurangan. Biasanya mafia Judi dunia ingin sekali mengatur hasil pertandingan. Ini sudah jadi urusan kriminal. Sisanya, dilakukan oleh swasta, yang mengkombinasikan antara bisnis club, dengan dunia iklan. Krn produk industri butuh tokoh untuk memasarkan produk mereka. Maka tidak asing iklan langganan olahraga, yaitu sepatu, minuman ringan dan fashion selalu membutuhkan atlet berprestasi.
Dengan demikian terakumulasi bisnis bernilai milyar an dollar. Intinya yang berprestasi akan semakin banyak uangnya.
Kedua sistem ini ngga ada yang salah. Namun agak sulit digabung.
Cara yang kedua ini agak unik karena dengan mengamankan keamanan serta kesehatan tiap kompetisi. Minimal effort, namun sekaligus memberikan kesempatan ekonomi olahraga berkembang.
Kompetisi yang di dorong oleh negara tentunya ada, yaitu kompetisi junior dan atau amatir. Ini menjadi ajang bagi anak anak Bangsa untuk mulai memperlihatkan bakat mereka. Yang juara akan di tarik ke club (transfer dari club Sekolah /kampus atau club bina an pemda).
Kemudian yg di rekrut akan dibina secara lebih pro oleh club club professionals. Tentunya dengan dukungan sponsor dari dunia industri dalam maupun luar negeri.
Dengan demikian dunia olahraga kira bisa mencapai taraf pembinaan Bottom Up yang optimal. Jika diperlukan kompetisi berbagai Games dunia, tinggal suruh pulang, wajib latihan sebentar lalu main untuk nama baik negara. Setelah itu? Kembali ke club masing-masing dengan segudang kontrak dgn sponsor.
Semoga ini bisa di Wujudkan.