Prananda Surya Paloh, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem menilai reformasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mendesak untuk dilakukan. Pendapat itu dia sampaikan menanggapi insiden baku tembak antara personel kepolisian dan TNI di Sumatera Selatan baru-baru ini.
Menurut Prananda, untuk kesekian kalinya kisruh antar personel dua lembaga keamanan negara itu terjadi, secara substansial bukan karena faktor mis komunikasi atau lemahnya koordinasi. Prananda lebih menyorot persoalan desain kelembagaan kedua institusi, yang menurutnya kurang kompatibel dengan kebutuhan peran dan fungsi kedua lembaga.
“Seolah TNI adalah pertahanan nasional, dan Polri adalah kemananan nasional. Padahal, keduanya tidak bisa dipisahkan,” tuturnya.
Prananda menjelaskan bahwa keamanan nasional merupakan tanggung jawab bersama lintas institusi. Dalam tanggung jawab lintas institusi itu, terdapat peran Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Di dalam Kemendagri, menurut Nanda, ada nomenklatur Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, di situlah Polri menggerakkan peran dan fungsinya. Oleh karena itu, Nanda sependapat bahwa Polri selayaknya berada di bawah koordinasi Kemendagri.
“Sekarang posisi Polri menurut analis dianggap tertinggi di dunia, dengan tanggung jawab terberat di dunia, karena menanggung keamanan nasional dan cakupan kerja paling luas di dunia, setara dari London ke Istambul (wilayah Indonesia),” tukas alumnus Monash University Australia ini.
Di sisi lain, Nanda juga melihat perlunya penyesuaian desain institusi TNI, untuk melengkapi reformasi pertahanan dan keamanan Indonesia. Menurutnya, format reformasi kelembagaan TNI ini harus memungkinkan otoritas Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk menerapkan kontrol terhadap TNI.
“Selama ini fitur Kemhan terbatas pada memberikan anggaran dan kebijakan pada TNI. Namun ketika ada apa-apa, Kemhan tidak punya alat periksa dan kendali,” papar Nanda.
Posisi antara Kemhan dan TNI itu, menurut Nanda memicu terjadinya ketidaksempurnaan manajemen strategis. Sebagai penganut Trias Politika dengan sistem pemerintahan presidensil, peran lembaga eksekutif merupakan titik sentral jalannya pemerintahan.
Reformasi di tubuh TNI dan Polri, dalam hemat Nanda akan meningkatkan efektivitas pemerintahan dan capaian pembangunan. Di sisi lain, berbagai titik singgung yang selama ini memicu konflik antara TNI dan Polri, diharap bisa berakhir dengan dilaksanakannya reformasi yang berorientasi manajemen strategis pemerintahan itu.
“Sehingga Polri lebih bisa membawa diri, dan TNI lebih mempunyai kendali secara sistem,” pungkasnya.
Sumber : Fraksi Nasdem