Anggota Komisi I DPR RI Prananda Surya Paloh menyesalkan postingan selebritas Banyu Biru soal SK sebagai anggota intelejen. Padahal, anggota intelejen diharuskan tidak diketahui publik.
Karena itu Politikus NasDem ini menilai Badan Intelijen Negara (BIN) harus lebih berhati-hati dalam merekrut anggotanya.
“Karena kejadian memalukan ini hanya menimpa intel Indonesia,” tegas Putera pendiri dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ini kepada Tribun, Selasa (2/2/2016).
“Kejadian agen rahasia butuh pengakuan seperti ini tidak boleh terulang kembali,” demikian dia menyayangkan.
Seharusnya, imbuh dia, agen rahasia diberikan pelatihan dan pembinaan oleh Badan Intelijen.
“Sebelumnya harus lewat seleksi ketat dari para kandidat, termasuk kondisi kejiwaannya,” katanya.
Nama Badan Intelijen Negara kembali mencuat sepekan terakhir terkait ulah anggota Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan BIN, lembaga internal yang baru saja dibentuk.
Akun Banyu Biru di media sosial Path mengunggah foto surat keputusan penunjukannya sebagai anggota DISK dari Kepala BIN Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso.
Surat keputusan (SK) tersebut sejatinya bersifat rahasia karena hanya ditujukan kepada orang yang namanya tersebut di dalamnya dan pejabat BIN terkait. Demikianlah sifat dan prinsip kerja intelijen yang tertutup dan kompartementasi.
Hal ini membuat pihak yang tidak berkepentingan atau bekerja sama langsung pun tak akan mengetahui posisi strategis seseorang di dalam lembaga intelijen, termasuk BIN.
Sutiyoso membenarkan bahwa dirinya membentuk DISK. Namun, Sutiyoso enggan menjelaskan personel, tugas, dan fungsi Dewan Informasi tersebut.
“Saya memang membentuk Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) di BIN. Tugas dan fungsinya apa, terus personelnya siapa saja, tidak bisa saya ungkap kepada publik. Itu rahasia (classified) sifatnya,” ujar Sutiyoso (Kompas, 1/2/2016).
BIN adalah induk dari lembaga intelijen yang terdapat di satuan kerja (satker) lain, Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, Badan Intelijen Kepolisian (BIK) di Mabes Polri, Intelijen Kejaksaan, Intelijen Bea dan Cukai, Intelijen Kementerian Dalam Negeri yang tergabung dalam Kesbang Linmas, dan lain-lain.
Laksamana Madya (Purn) AA Kustia dalam Jurnal Intelijen dan Kontra Intelijen Volume VI No 36 Tahun 2012 mengingatkan, moral dan etika pertama intelijen adalah kerahasiaan.
Dalam hal kerahasiaan, akan ada dampak terhadap kepentingan masyarakat. Dalam hal itu, Kustia mengingatkan, bukan kerugian materi dan finansial yang penting, melainkan akses pengawasan oleh masyarakat.
Hal itu dijawab dengan pembentukan Komisi Intelijen oleh Komisi I DPR, Selasa (26/1/2016). Komisi Intelijen beranggotakan 14 anggota Komisi I DPR untuk mengawasi kerja-kerja intelijen (Kompas, 27/1/2016).
Prinsip moral dan etika lainnya, menurut Kustia, adalah alat dan tujuan, hakekat dan sifat lawan, kepentingan nasional, dan terakhir adalah pergeseran dalam etika moral.
Pergeseran etika moral dicontohkan Kustia ketika terjadi perdebatan di Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) perlu tidaknya AS campur tangan dalam Pemilu Portugal, anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang ketika itu cenderung akan didominasi Partai Komunis.
Akhirnya diputuskan AS tidak campur tangan dan ternyata Partai Komunis tidak memenangi pemilu pada era Perang Dingin tersebut.
Bicara soal kerahasiaan, Sumpah Intelijen yang diucapkan setiap personel BIN menjadi dasar moral bekerja seorang agen atau anggota komunitas intelijen BIN berbunyi “…Bahwa saya akan menjunjung tinggi kode etik intelijen negara di setiap tempat, waktu, dan dalam keadaan bagaimanapun juga… Bahwa saya akan memegang teguh segala rahasia intelijen negara dalam keadaan bagaimanapun juga…”.
Mantan Kepala BIN Letjen (Purn) Marciano Norman, dalam berbagai percakapan, mengingatkan, intelijen itu pekerjaan tertutup dan rahasia termasuk personelnya.
“Ukuran keberhasilan intelijen adalah situasi damai. Anda lihat Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 aman. Itu ukuran keberhasilan intelijen,” kata Marciano, seusai Pemilu Presiden 2014.
Menurut Marciano, intelijen sejati adalah kerja-kerja yang menghasilkan produk hasil penilaian atas informasi yang dikumpulkan, prediksi keadaan ataupun fakta tunggal yang sahih.
Intelijen juga berarti seni mencari, mengumpulkan data, dan mengolah informasi yang dibutuhkan negara.
Marciano menambahkan, intelijen dan personelnya adalah aktivitas tertutup (rahasia) yang mencakup penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
Meski demikian, intelijen ada dan menjadi milik masyarakat Indonesia.
Terkait soal penggalangan intelijen, penulis Peter Kasenda dalam buku Kolonel Misterius di Balik Pergolakan TNI AD membuat ulasan khusus tentang Bapak Intelijen Modern Republik Indonesia, Zulkifli Lubis, yang semasa penjajahan Jepang mendapat pelajaran Ippan Joho (Intelijen Umum).
Zulkifli dilatih berbagai keahlian, termasuk menaklukkan musuh diam-diam tanpa pertempuran. Itu salah satu bentuk kemampuan penggalangan intelijen yang sangat penting dalam menjalankan tugas dan fungsi intelijen.
Di atas semua itu, kerahasiaan aktivitas dan personel adalah asas dasar intelijen. Itu pula yang menjadi asas dari BIN dengan semboyan velox et exactus atau cepat dan akurat.
Sumber : TribunNEWS