Tulisan ini merupakan evaluasi saya terhadap penenggelaman kapal ikan yang dilakukan selama ini, serta tawaran bagaimana menciptakan langkah solusi terpadu cerdas, bijaksana dan bermartabat.
Jadi yang pertama kali harus jelas adalah istilah pencurian ikan tidak dikenal, namun yang ada adalah pelanggaran wilayah. Terus terang awalnya saya setuju dengan langkah penenggelaman kapal, namun setelah saya pelajari ternyata bukan itu jawabannya.
Pada pelanggaran wilayah kita masih bisa melakukan pengusiran daripada penangkapan dan penenggelaman.
Negara lain memang menghormati cara kita namun dalam pergaulan Internasional kita dianggap tidak mengerti hukum dan filosofi internasional kelautan.
Kemudian bagaimana etika penenggalaman kapal ini sebenarnya?
Dalam hukum memang ada amanat UU yaitu Pasal 69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang berbunyi, “dalam hal melaksanakan fungsi pengawasan penyidik dan pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing. berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.
Namun ini harus kita kaji kembali, karena jika menggunakan dasar pikiran “pencurian ikan” maka ikan itu bisa berasal dari mana saja dan bukan milik siapapun.
Etikanya kita bisa menahan awak kapal dan kapalnya jika melakukan pelanggaran wilayah, yang diawali dengan peringatan dan jika masih melakukan dilakukan tindak pengusiran dahulu.
Lalu sebenarnya konsepsi apa yang (bisa) digunakan untuk mengamankan potensi sumber daya Indonesia tanpa harus merusak diplomasi?
Pertama untuk menunjukkan keseriusan, dan efek gentar usaha penenggelaman sudah cukup dan bisa di evaluasi kembali. Untuk ini angkat topi tinggi pada langkah berani Ibu Susi.
Namun nelayan internasional masih tetap menunjukkan minat yang tinggi pada potensi ikan di wilayah kita. Sementara di satu sisi nelayan kita terpuruk tidak punya modal dan teknologi. Sehingga jalan cerdas dan bijaksananya, kita bisa gabungkan kedua potensi ini jadi hal yang saling menguntungkan. Yaitu kerjasama antara nelayan internasional dan Nasional dengan sistem bagi hasil.
Terakhir adalah bagaimana evaluasi mengenai penenggelaman kapal asing ini dalam aspek pertahanan, keamanan, proteksi sumber daya alam, dan hubungan luar negeri?
Tujuannya bukan seberapa banyak yang ditenggelamkan namun seberapa aman wilayah kita dari pelanggaran wilayah oleh kapal asing.
Jadi jika gunakan paradigma tersebut instansi terkait bisa melakukan fokus untuk mengubah “ancaman kapal asing” menjadi “potensi kapal asing”. Sehingga negara asal kapal asing pun bisa menarik nafas lega warga nya selamat dan bisa bekerja saling menguntungkan dengan warga nelayan kita. Sementara negara kita bisa senyum senyum manis, melihat nelayan dapat operasi bersama dimana ada lapangan kerja terbuka sekaligus devisa bagi hasil masuk dan hemat tenaga daripada kejar kejaran, tinggal monitor saja.
Satu langkah kerjasama, maka masalah diplomasi, keamanan, ekonomi dapat terlampaui.
Sekian — Salam Kompasiana